Chapter 3
Chapter 3
BAB 3 I Sentuhan Rahasia
“Bukankah itu Pak CEO,” ucap Cece dengan suara keras menyaingi music DJ.
Beberapa kepala menoleh ke arah Sean yang duduk di bar bersama beberapa pria-pria asing.
Altha membenarkan ketika dia melihat wajah-wajah familiar yang bersama CEO mereka.
“Beliau ada rapat di salah satu tempat privat tak jauh dari sini, sepertinya mereka pindah ke bar untuk merayakan sesuatu,” jelas
Altha menjawab beberapa wajah bertanya para rekan kerja.
“Astaga, kumpulan pria-pria maskulin itu benar-benar luar biasa. Lihat saja, nyaris seluruh wanita tidak lepas memandang ke
sana,” timpal Reina mengedarkan pandangan ke sekitar.
Altha dan lainnya melanjutkan dansa, sedang Via memilih sudah. Dia enggan di hadapan Sean yang pasti memerhatikan dari bar.
“Aku balik ke sofa,” ucap Via yang hanya mendapat anggukan dari rekan lain.
Dia bergabung dengan Keiza yang tidak bergabung di lantai dansa bersama mereka.
“Kau capek?” tanya Keiza sembari menyodorkan segelas minuman.
Kepala Via menggeleng pelan. “Tidak, hanya tidak enak badan. Apa ada air putih?” tanya Via menolak gelas yang disodorkan.
Setelah menengguk setengah botol mineral, sebuah bayangan dari sosok Sean menutupi cahaya di sekitar Via dan Keiza.
Keduanya mendongak bersama, mendapati Sean berdiri di hadapan mereka. Bahkan mata Via membulat begitu pula Keiza
dengan rahang menganga. Tidak mengira bos mereka mendekat.
“Kulihat kalian tampak bersenang-senang,” kata Sean tanpa menunjukan ketertarikan pada Via yang duduk gelisah.
Menjawab pertanyaan Sean, Keiza berdehem dan mengangguk iya.
“Boleh aku bergabung? Beberapa klien berpencar entah kemana.” Tunjuk Sean pada meja bar yang ditinggal pergi kumpulan pria tampan tadi.
“Oh, silahkan, Pak CEO,” jawab Keiza terdengar gugup.
Sean memilih duduk di antara dua wanita tersebut. Dia membuka percakapan ringan pada keduanya. Via yang tidak tahan menunduk, mendengarkan seksama tanpa ikut terlibat. Beberapa kali terdengar intonasi Keiza yang berubah menjadi lebih berani saat berdiskui tentang apa saja.
“Kudengar kau lulusan terbaik di jurusanmu saat kuliah,” puji Sean pada Keiza yang merona.
“Tidak, berita tersebut hanya melebih-lebihkan, masih banyak yang harus saya pelajari,” jawab Keiza mencoba merendah. “Via bahkan jauh lebih berbakat. Dia sangat cekatan, aku beruntung satu divisi dengannya.”
Mendapat lemparan pujian dari Keiza untuk mengalihkan perhatian, Via pun melotot pada gadis itu. Kini, balik Via yang menjadi bahan pembicaran.
“Kau benar, beberapa kali Via menyelematkan Luna Star dengan ide-ide brilian,” puji Sean sembari menyorotkan manik mata birunya pada Via yang menahan napas.
Ada kupu-kupu berterbangan di perut dan dada, membuat Via tersipu-sipu.
Kedua orang itu merubah topik entah ke berapa kali, lalu tiba-tiba saja jantung Via berpacu begitu merasa tangan Sean merambat naik ke atas lengannya kemudian menautkan jari-jemari mereka di bawah meja jauh dari pandangan sekitar.
Seolah tidak terjadi apa-apa, Sean berbicara panjang lebar pada Keiza, sedang ibu jarinya mengelus halus jemari Via yang mulus. Kepala Via tertunduk, menyembunyikan senyum saat dia merasa
kehangatan sentuhan dari Sean merambat hingga ke dada. Mata Via melirik sekitar, takut bila salah satu rekan kerja mendapati mereka sembunyi-sembunyi di bawah meja. Untung saja, suasana ramai mengalihkan perhatian siapa pun di sana.
…………………………………………………………….
“Kalian bisa pulang sendiri? Aku bisa menyuruh beberapa orang untuk mengantar ke alamat masing- masing,” ucap Sean menawarkan.
Altha, Cece, Reina dan yang lain menatap Sean penuh puja. Mata mereka tidak henti mengagumi sosok Sean yang rupawan dan baik hati hingga mau menawarkan tumpangan. Namun, rasa segan mengalahkan segalanya. Mereka juga tahu batasan, sehingga menolak dengan halus. This text is property of Nô/velD/rama.Org.
“Tidak perlu, Pak CEO. Kami bisa pulang masing-masing,” jawab Reina sedikit tersipu dapat berdekatan dan berbicara kasual dengan sang CEO.
Cece juga tidak mau ketinggalan, dia ingin mendapat perhatian. “Saya dan Altha memesan taxi saja. Tidak perlu repot mengantar kami berdua.”
Keiza dan Altha ikut mengkonfirmasi.
Freya bahkan malu-malu ikut menolak. “Saudara saya akan menjemput, jadi tidak perlu Pak CEO.”
Senyum yang Sean tebar memikat hati wanita di sana, hingga terdengar suara-suara tercekat, membuat Via ingin memutar bola mata. Rekan kerjanya terlihat seperti sedang bertemu selebriti impian dan hendak meminta tanda-tangan, bahkan beberapa mencoba merapat walau jalan di depan bar begitu lebar.
Setelah memastikan semuanya memiliki tumpangan pulang dengan aman, Sean pun menatap Via yang sejak tadi tidak bersuara.
“Kalau begitu aku akan mengantarmu,” kata Sean terus terang, membuat Via mengernyit, menatap satu- satu wajah rekan kerja yang mungkin saja curiga, tetapi tampaknya tidak ada yang memberi mereka perhatian. Menganggap wajar Sean menawarkan diri pada Via karena hanya dia yang rumahnya paling jauh. Hati Via menjadi lega, hingga dia menjawab dengan anggukan saja.
Satu per satu kumpulan itu berpencar menuju tujuan masing-masing.
Di dalam mobil Sean dan Via tidak berbicara. Tautan tangan mereka cukup mengkomunikasikan perasaan satu sama lain. Suasana mobil itu terasa syahdu diiringi alunan musik mengalunkan melodi cinta yang lembut penuh haru.
Begitu mobil berhenti di parkiran, Sean turun dan membuka pintu Via lalu membantunya turun, menjaga keseimbangan kaki Via yang dibalut sepatu berheels tinggi.
“Kau ikut masuk?” tanya Via penuh harap.
“Hari ini aku akan menginap,” jawabnya menuntun Via menuju lift.
Melihat suasana hati Sean, Via tahu pria itu menginginkan tubuhnya malam ini. Hati Via mengembang, senang menerima
kehadiran Sean di tengah gossip yang menyebar. Bahkan pria itu masih memperlakukannya sama, seakan tidak ada yang
berubah. Tapi tetap saja Via masih gelisah sebelum ada penjelasan dari Sean.
Hati Via meminta untuk bersabar. Membisik kata menenangkan, karena Sean masihlah Sean yang selalu bersamanya setiap
malam.
“Bagaimana bisa kau sampai ke bar?” Via heran menemukan Sean di bar tadi.
“Kau bilang ingin ke bar, jadi aku mengajak rekan bisnis ke sana setelah rapat usai,” jawab Sean seolah yang dilakukannya biasa,
padahal dari sudut pandang Via, membuat gadis itu berbunga-bunga, karena Sean seolah tidak ingin Via ke bar tanpa dirinya.
“Kita bisa ke sana berdua saja,” ucap Via tanpa sadar, hingga dia mengatup bibir dan mengutuk diri karena mereka tidak boleh ke
publik berdua saja seperti perjanjian.
Sean tertegun, dan hanya menggumam tidak jelas, membuat hati Via kecewa kembali.
“Kau ingin makan apa?” tanya Sean mengalihkan pembicaraan.
“Aku sudah makan sebelum ke bar, kalau kau masih lapar aku bisa masakan sesuatu.”
“Tidak … tidak, aku juga sudah makan saat rapat tadi.”
Keduanya memasuki apartemen, begitu pintu di belakang mereka tertutup, Sean langsung menyerang bibir Via hingga gadis itu
terkesiap, lalu mengunci tubuh feminine-nya ke dinding sedang kedua tangan Sean yang besar meraba tubuh Via yang tidak siap.
“Dari tadi aku menahan diri, kau terlihat cantik sekali malam ini,” bisik Sean di sela sesi cumbuan mereka. dia mengerang dan
menggendong Via menuju kamar.
Next Chapter