Chapter 16
Chapter 16
Read Wanita Rahasia CEO by Blezzia Chapter 16 –
EDISI SPESIAL 16 – Sean & Via
Mobil yang mereka kendarai berhenti tepat di depan sebuah restaurant mewah, dan tampak beberapa mobil terparkir di sekitar. Suasana di dalam mobil membuat Via sedikit gugup dan tanpa sadar dia menggenggam tangan Sean yang duduk di samping, sedang matanya fokus melihat keluar jendela, pada valet yang bersiap menyambut kedatangan mereka.
Sean melirik jemari Via yang meremas tangannya, seolah gadis itu tidak tahu bahwa yang dia pegang adalah tangan Sean. Merasa itu sebuah kesempatan, Sean pun membalas dengan usapan lembut di sepanjang jemari lentik itu.
“Apa … ini benar tempatnya?” tanya Via dengan kepala menatap sekitar.
Dia merasa aneh karena parkiran itu hanya diisi beberapa mobil, seolah tidak ada sesuatu perayaan atau keramaian menandakan sedang berlangsung sebuah Event.
Sean mengikuti arah pandang Via dan menjawab; “Iya, ini benar tempatnya.”
Ketika Via menoleh, barulah dia menyadari bahwa sejak awal tangan mereka telah bertaut. Dia pun menjadi
tersipu dan hendak menarik tangan tersebut lepas.
“Maaf kan aku,” ucap Via dengan gugup.
Namun, Sean tetap menahan genggaman mereka, membuat Via bingung harus berbuat apa.
“Tidak ada yang perlu dimintai maaf. Lihat, kita bisa berbagi panas tubuh melalui sentuhan ini.”
Rasanya Via ingin menyembunyikan wajah, karena jelas sekali Sean menggodanya. Pria itu bahkan tetap menjaga ekspresi seperti mereka sedang membicarakan cuaca, padahal hati Via sedang berperang hendak melompat keluar memeluk pria di sebelah.
Karena tidak ingin membuat Via salah tingkah, Sean pun keluar dari mobil dan membantu membukakan pintu dari sisi wanita itu.
“Kenapa tempat ini sepi?” tanya Via sembari menerima uluran tangan Sean dan keluar dari mobil setelah mengangkat rok bagian bawah gaun malamnya.
“Karena hanya orang-orang tertentu saja yang menghadiri Event, jumlahnya sangat terbatas,” jelas Sean sembari menuntun Via masuk ke dalam.
Wanita itu menatap sekitar dengan penasaran. Ini kali pertama dia memasuki sebuah restaurant dengan interior layaknya sebuah istana besar.
“Tempat ini sangat indah,” bisik Via dengan bergelayut di lengan yang Sean sodorkan begitu turun dari mobil.
“Dulunya ini adalah kediaman pribadi seorang milyuner, tetapi dia menjualnya setelah terkena kasus pajak dan pemilik yang baru merubahnya menjadi restaurant, karena interior dan gaya bangunan ini sangat unik,” jelas Sean sembari berjalan ke dalam.
Mereka disambut beberapa pelayan dan keduanya diarahkan ke sebuah Hall. Terdengar musik mengalun indah begitu mereka melewati sebuah pintu prancis yang dibuka dari dalam oleh seorang
penjaga.
“Apa kau mau berdansa?” tanya Sean tiba
tiba padahal mereka belum duduk dan melihat apa saja yang ada di dalam sana,
“Tetapi … apa tidak sopan bila kita tidak menyapa pemilik acara?” tanya Via dengan kepala berputar ke segala arah, mencari seseorang yang memiliki ciri pemilik pesta.
Sean tertawa pelan dan membawa Via mendekati sepasang paruh baya yang berkumpul dikelilingi beberapa orang. Bila hitungan Via benar, maka jumlah orang-orang yang menghadiri tempat itu tidak lebih dari tiga puluh.
Apa itu acara privat?
Batin Via sembari menatap wajah-wajah tamu undangan yang menyebar dalam ruangan. Mungkin saja dia mengenal mereka, artis terkenal misalnya.
“Oh, Mr. Reviano!” sapa seorang pria dengan tubuh tambun dan kumis tebal nyaris menutupi mulut.
Sean menjabat tangan pri tersebut dan juga wanita paruh baya yang berdiri di sebelahnya.
“Senang berada di sini, Mr …” Sean tampak berpikir seolah-olah lupa nama pria di hadapan, padahal dia memang tidak tahu.
“Mr. Hilton,” jawab pria itu sembari tertawa, seolah hal itu lucu. “Ya ampun, kita baru saja bertemu seminggu yang lalu, Mr. Reviano,”
“Ah, benar, Mr. Hilton. Terlalu banyak nama yang harus kuingat,” ucap Sean membual.
Pasangan itu pun beralih pada Via dan memperkenalkan diri mereka
“Ah, aku tidak mengira bisa bertemu dengan anda, Mrs. Reviano,” kata pria paruh baya yang membuat Via tercekat sedang Sean terbatuk.
Via hendak meluruskan saat Sean berkata; “Aku senang bisa bertemu denganmu lagi, Mr. Hilton, tetapi sayangnya aku ingin berdansa dengan wanita cantik yang menggenggam lenganku menggunakan iringan musikini.”
Via tersipu karena Sean memujinya terang-terangan di depan semua orang. Ccontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.
Seketika orang-orang di sekitar mereka mendengarkan suara musik instrumen yang memainkan lagu Perfect dari Ed Sheeren.
“Baiklah, aku tidak ingin mengganggu pasangan muda yang kasmaran. Silahkan… silahkan,” kata pria itu sembari tertawa seolah mengingat masa lalu diikuti kerlingan mata pada wanita paruh baya di sebelah.
Rona merah di wajah Via semakin pekat, membuatnya ingin mencari air untuk mengguyur pipi yang terasa memanas. Dia pun melirik ke arah Sean yang tersenyum sumringah pada pasangan itu, tanpa sekali pun membenarkan dugaan yang salah.
Kepala Via tertunduk malu ketika kedapatan memperhatikan Sean yang tersenyum dengan lesung pipit menyembul di kedua pipi, namun kepala wanita itu terangkat kembali ketika Sean mengulurkan tangan dan mengajak Via untuk berdansa dengannya, membuat Via tidak mampu berkata-kata karena ada banyak mata menatap ke arah mereka.
Dengan wajah semerah delima, Via pun menerima ajakan tersebut.
Seketika Sean membawa mereka ke lantai dansa.
“Kenapa kau tidak mengatakan pada pasangan itu bahwa aku hanya bawahanmu?” tanya Via setelah Sean memutarnya sebanyak dua kali.
Sean hanya tersenyum dan mengayunkan tubuh mereka bersamaan, mengikuti irama musik yang mengalun merdu dari piano dan biola.
“Tidak perlu. Aku tidak ingin menambah topik pembicaraan,” ucap Sean yang membuat Via bungkam.
“Sebenarnya acara apa ini?” bisik Via sembari melirik ke arah pasangan paruh baya yang kini berpindah ke meja hidangan
Wajah Sean mendekat tepat ke telinga Via, membuat tubuh mereka semakin rapat.
“Hanya pertemuan biasa sesama rekan bisinis,” jawab Sean membuat-buat alasan.
Sebenarnya, dia tidak mengenal orang orang yang hadir.
Brodi sengaja menyewa actor teater, sehingga penyamaran mereka tidak akan mudah terbongkar.
Saat musik berganti menjadi lebih mellow, Via pun membaringkan kepala di
dada pria itu, sedang tubuh keduanya berayun pelan ke kanan-kiri mengikuti irama.
Hanya dengan satu isyarat, semua orang di sekitar meninggalkan Hall satu per satu, menyisakan Sean dan Via yang
berdansa di tengah tengah ruangan, tepat di bawah chandelier yang berkilau diterpa cahaya.
Kedua lengan Via memeluk leher Sean, sedang tangan pria itu memegang pinggul Via dengan sangat hati-hati.
Tanpa sadar Via mendesah puas, karena suasana sekitar begitu nyaman dan damai. Ditambah hangat tubuh Sean yang membungkusnya dalam dekapan. Dada pria itu juga membuat Via ingin berlama- lama membaringkan kepala. Apa lagi wangi tubuh dan parfumnya yang maskulin bercampur jadi satu, membuat Via mengendus jas Sean diam diam.
“Apa kau baru saja mengendusku?” tanya Sean yang membuat Via malu dan semakin membenamkan wajah.
Mendengar tawa lepas pria itu. Via pun
Mendengar tawa lepas pria itu, Via pun menepuk dadanya pelan.
“Maaf… maaf, seharusnya aku tidak tahu dan diam saja. Sudah, teruskan lagi, aku tidak keberatan,” goda pria itu yang semakin mendapat pukulan gemas.
“Lihat, aku juga melakukan hal yang sama,” ucap Sean pelan sembari menghirup dalam-dalam leher Via hingga wanita itu terkesiap dan malah menahan napas.
“Sekarang kita impas,” bisiknya di telinga Via yang berubah warna semerah bata
Sebelum mengakhiri dansa, Sean meninggalkan satu jejak ciuman di bawah telinga Via paling bawah, yaitu sisi leher sebelah kanan hingga terlihat samar -samar merah di kulit putih porselinnya.
Sampai makan malam pertama mereka berakhir, tidak sekali pun Via sadari bahwa Sean telah menaruh tanda kepemilikan di tubuhnya. Bahkan, wanita itu membawa bekas ciuman tersebut hingga mereka kembali ke apartemen.
Next Chapter