Bad 1325
Bad 1325
Bab 1325 Bertemu Orang Tua Nando
“Mari masuk.” Nando meraih tangan Qiara dan mengajaknya masuk ke ruang tengah. Qiara tersipu malu dan sangat gugup. Dia khawatir keluarga Sofyan tidak menerimanya.
Belinda dan suaminya, Jono Sofyan, sudah menunggu di sana. Tak lama kemudian, mereka melihat putranya datang dengan menggandeng seorang perempuan muda yang cantik dan anggun. Belinda merasa puas hanya dari kesan pertamanya karena Qiara sudah memenuhi harapannya dalam hal bagaimana dia menampilkan dan membawa diri.
Jono juga senang dengan Qiara. Karena Nando juga sudah semakin tua, Jono tidak berharap terlalu banyak lagi. Satu–satunya persyaratan darinya adalah calon menantunya haruslah orang yang benar– benar murni disukai putranya. Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
Nando menghampiri Belinda dan merangkulnya sambil tersenyum. “Ibu, ini Qiara.”
Qiara tersipu malu, tetapi meskipun begitu, dia tetap tenang dan menjaga pembawaan dirinya saat menyapa pasangan yang terlihat begitu anggun di depannya itu. “Senang berjumpa dengan Anda, Bapak dan Ibu Sofyan. Nama saya Qiara.”
“Kami juga senang dapat berjumpa denganmu, Qiara. Nando sudah menceritakan semua tentang dirimu. Silakan, anggap saja di rumah sendiri,” ucap Jono dengan ramah.
“Benar. Kami sangat menantikan saat perjumpaan denganmu!” ucap Belinda sambil menghampiri dan meraih tangan Qiara. “Mari kita duduk dan mengobrol.”
Nando berada di samping Qiara sepanjang waktu. Orang tuanya menangkap cara dia memandang Qiara dan menyadari betapa dia sangat memperhatikan gadis itu. Lihat tatapan lembut di matanyaitu, pikir mereka dalam hati. Terakhir kali mereka melihat tatapan lembut itu saat Nando menyukai Tasya.
Sudah dua tahun berlalu, dan mereka tidak pernah lagi melihat Nando menatap seorang perempuan seperti ini, sampai sekarang.
Mereka yakin kalau Nando benar–benar mecintai Qiara.
Belinda mulai menanyai Qiara tentang kesukaan dan hobinya. Qiara selalu bersikap dewasa dan sopan, juga pintar dalam studinya. Belinda menangkap kesan bahwa dia bukanlah perempuan muda yang materialistis dan bodoh. Terlihat dari matanya yang bening dan bersinar, dan senyumnya terasa tulus.
Kepribadian Qiara sedikit mirip dengan Tasya, dan Belinda semakin menyukainya. Dia percaya bahwa
perempuan muda seperti ini akan diberkati hidupnya.
“Ayah, Ibu, saya ingin mengajak Qiara berkeliling rumah.” Nando mengajak Qiara ke lantai atas.
“Dia gadis yang manis dan baik,” ucap Belinda pada Jono.
“Hmm, sebaiknya kamu tidak menolaknya, atau Nando akan menjadi perjaka tua,” Jono memperingatkan.
Belinda menyadari bahwa dirinya agak selektif mengenai calon istri putranya. Dulu dia memang berharap banyak, tetapi kemudian merenunginya lebih dalam. Satu–satunya hal yang dia inginkan adalah bahwa perempuan itu orang yang disukai putranya,
Qiara berjalan ke kamar Nando. Sejak hidup sendiri, Nando tinggal di sini sesekali saja.
Akan tetapi, kamarnya masih tetap seperti dulu saat dia masih kecil. Penuh dengan barang miliknya, seperti foto, piala dan penghargaan, dan sejumlah benda dari berbagai hobinya.
Qiara senang melihat–lihat foto Nando. Dia terlihat tampan bahkan ketika masih bocah muda. dan masih tetap tampan setelah bertahun–tahun berlalu.
Namun dia terlihat bandel saat masih kecil! Bahkan tubuhnya gempal! Rasanya saya ingin mencubit pipinya!
“Saya ingin bisa memutar waktu ke saat kamu masih kecil dan mencubit pipimu,” goda Qiara sambil membalik badan dan berjinjit untuk menangkup wajahnya.
Nando memeluk pinggangnya dan menariknya lebih rapat lagi. “Bagaimana kalau begini? Kita membuat anak saja, agar kamu bisa mencubit pipi bayi kita sesuka hatimu. Bagaimana menurutmu?‘
Qiara berkedip dan segera melangkah menjauh, tetapi Nando tidak membiarkan. Dia meraih lengannya lalu menghimpitnya ke dinding, dan menghadangnya dengan tubuhnya yang tinggi.
“Apa kamu pikir bisa lari dari saya di wilayah kekuasaan saya?” mata Nando mengilat saat menatapnya.
Jantung Qiara berdebar dan tubuhnya kaku. Saya rasa perempuan selalu menyukai saat laki–laki berlaku seperti anak nakal.
“Apa maumu kalau begitu?” Qiara mengangkat alisnya dan menatapnya dengan mata menantang.
Nando membelai pipi lembut pipi Qiara. Matanya kemudian tertuju pada bibirnya. “Kira–kira apa menurutmu?”
Qiara menggigit bibirnya dengan gugup. Tanpa disadarinya, bahasa tubuhnya ini telah membuat laki– laki melayang jauh. Nando dengan cepat mencium bibirnya.